Selasa, 07 Mei 2013

Iman (Tauhid)



KEWAJIBAN BERTAUHID

Ditetapkan oleh hukum syara, setiap Mukallaf baik ia keturunan Muslim maupun keturunan kafir wajib bertauhid tanpa kecuali, artinya wajib ma'rifat kepada Alloh dan Rosulnya.
Diwajibkannya sejak ia memasuki akil baligh, kewajiban ini sifatnya individual, karena itu perhatikan tanda-tanda akil baligh tiba.
Oleh karena itu pula, telah di anjurkan agar setiap individu memahami ilmu Tauhid dan sekaligus bertauhid, sejak sebelum saatnya akil baligh tiba, sebab satu detikpun tidak ada kesempatan kosong hatinya dari tauhid apabila saat akil baligh sudah tiba.
Bagi mereka yang sudah bertauhid akan memperoleh jaminan "sah" imannya, disamping pasti mendapat pahala besar dari Alloh SWT.
Sebaliknya bagi mereka yang merasa beriman tetapi tidak bertauhid, akan memperoleh jaminan "tidak sah" (ditolak) imannya disamping pasti memperoleh siksaan besar di akherat nanti.
Kiranya para pembaca akan lebih jelas apabila membaca uraian yang lebih panjang dalam kitab Jauhar Tauhid halaman 9.
Syarat Ma'rifat.
Boleh jadi, setiap orang mengakui bahwa dirinya telah ma'rifat kepada Alloh dan Rosulnya, tetapi semua itu akan sia-sia belaka apabila tidak memenuhi syarat-syaratnya, oleh karena itu dibawah ini akan diuraikan serba sedikit tentang syarat-syarat ma'rifat.
Adapun sarat ma'rifat itu sebagai terurai di bawah ini :
  1. Idrokun Jaazimun, adanya penemuan yang pasti sehingga tidak ada keraguan.
  2. Muwaafikun Lilwaaqi'I, penemuan ma'na harus sesuai dengan kenyataan, artinya tidak bertentangan dengan sifat-sifat yang wajib ada pada Alloh dan Rosulnya.
  3. Naasiun 'Andaliilin, penemuan yang pasti itu di dasarkan pada dalil-dalil yang devinitif, baik akli maupun nakli.

Yang harus di ma'rifatkan.
Yang harus di ma'rifatkan oleh setiap mukallaf itu adalah :
  1. Dzat Alloh beserta segala sifat-sifatnya.
  2. Dzat Rosul Alloh beserta segala sifat-sifatnya, baik yang wajib maupun yang mustahil.

Yang wajib bertauhid.
Yang wajib bertauhid itu tiap-tiap individu tanpa kecuali turunan siapapun, hal ini didasarkan atas keterangan Alloh dalam surat Al-Baqoroh ayat 21-22 :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (21) الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (22)
Artinya : Hai manusia, bertauhidlah pada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan (menciptakan) orang-orang sebelum kamu, agar kamu menjadi orang yang bertaqwa. Yaitu Tuhan yang telah menciptakan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap dan menurunkan hujan daripadanya, maka tumbuhlah buah-buahan untukmu.
Tafsirnya :
Tafsir ayat tersebut adalah sebagai berikut : yaitu, semua manusia tanpa kecuali di wajibkan bertauhid, hal ini tersirat dalam kata-kata "Annasu" dan kata-kata "U'buduu".
Arti 'ubuduu dalam ayat 21 tersebut, bukanlah pengertian untuk ibadat dalam artian umum seperti halnya solat, puasa, zakat, dll, tetapi ibadat disini dalam artian khusus yaitu "bertauhid".
Juka kata 'ubudu diberi ma'na perintah sholat, puasa, zakat dan haji, maka akan terjadi pertentangan tanggaapan hukum, sebab sudah menjadi keyakinan bersama bahwa solat, puasa, zakat dan hajinya orang yang tidak bertauhid (kafir) tidak sah demi hukum, demikian pendapat ahli tafsir dalam menafsirkan ayat 21 tersebut.
Pendapat itu dikuatkan dengan keterangan ayat selanjutnya yaitu ayat 22, dalam ayat 22 tersebut dikatakan "Fala Taj'aluu Lillaahi andaadan" artinya "Janganlah kamu mempersekutukan Alloh padahal kamu mengetahuinya".
Kata-kata inilah yang telah memperkuat keterangan di atas, yaitu muthlak bahwa setiap manusia harus bertauhid, maka dengan demikian kata "ubudu" tadi diberi ma'na bertauhid.
Namun demikian, akan kecil nilainya apabila bertauhid tidak di sertai dengan ilmu yang dapat di pertanggung jawabkan secara logis.
Hal ini telah di syaratkan oleh ayat 21 tersebut dengan kata-kata "Alladzii Kholakokum" artinya Tuhan yang telah menciptakan kamu.
Isyarat ini jelas dan tegas bahwa orang yang bertauhid itu harus (wajib) disertai dengan ilmunya (dalilnya).

Dua kalimah Syahadat.
Dua kalimah syahadat itu menjadi barometer mutlak untuk mengukur sah tidaknya iman seseorang, namun demikian terhadap sintesa ini terdapat dua anggapan.
Pertama : golongan Muhakkikin, mereka berpendapat bahwa mengucapkan dua kalimah syahadat itu menjadi syarat sahnya iman seseorang.
Pendapat tersebut dikaitkan dalam hubungannya dengan penterapan hukum syara seperti nikah, waris, wudu dan solat, diluar masalah itu terserah atas kewenangan Alloh Swt.
Pendapat tersebut ditokohi oleh Ulama Usuludin, diantaranya seperti Al-Asy'ariyyah (Asy-Sya'iroh) dan Al-Ma'turidiyyah.
Kedua : Ulama Hanafiyyah, mereka ini berpendapat bahwa mengucapkan dua kalimah syahadat itu merupakan setengahnya dari iman.

Ma'na Syahadat.
Syahadat itu di awali dengan ucapan "Asyhadu", sah tidaknya ucapan tersebut tergantung kepada dan didasarkan atas terpenuhi tidaknya syarat, oleh karena itu orang yang bersyahadat harus mengetahui syarat-syaratnya.

Syarat Syah Syahadat.
Syarat syah syahadat itu terbagi atas empat bagian, masing-masing adalah sebagai berikut :
  1. Ma'rifat.
  2. Iddi'an.
  3. Qobul.
  4. Lafadz syahadat itu harus di ucapkan dalam bentuk aslinya.
Demikian syarat syah syahadat yang kesemuaannya harus dimiliki oleh setiap Mukallaf.

Ma'rifat.
Mengenai arti ma'rifat, sudah disinggung pada uraian di muka (halaman 2), dibawah ini tinggal menguraikan dan menjelaskan syarat-syarat yang lainnya.

Iddi'an.
Arti Iddi'an itu ialah adanya pengakuan lahir bathin yang didorong oleh dan keluar dari lubuk hati yang dibimbing oleh kekuatan akal yang sehat dan selamat, sehingga di akuinya bahwa : Alloh Tuhan kami dan Muhammad Rosulnya untuk kami.
Dengan keterangan itu, jelaslah bahwa betapapun orang itu menyatakan dirinya ma'rifat kepada Alloh dan Rosulnya, tetapi semuanya akan di tolak apabila tanpa disertai syarat Iddi'an, bahkan kedudukan mereka itu tak ubahnya bagaikan kafir yahudi.
Sebab Yahudi dan Nashroni pun sama-sama ma'rifat terhadap nabi Muhammad, tetapi mereka tidak mau mengakuinya sifat Alloh Yang Esa dan status Nabi Muhammad sebagai Rosulnya, firman Alloh dalam surat Al-Baqoroh ayat 146 :
يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ
Artinya : (kafir yahudi dan nashroni) ma'rifat kepada Nabi Muhammad, tak ubahnya sebagaimana mereka ma'rifat kepada anak-anaknya sendiri.

Qobul.
Syarat syah syahadat yang ketiga adalah qobul, arti Qobul ialah : Membenarkan dan sekaligus rela menerima segala akibat logis dari syahadat, maksudnya rela membenarkan dan mau menerima segala ketentuan dan berita yang dibawa beritanya oleh Muhammad Rosululloh, firman Alloh dalam surat Al-Hasyr ayat 7 :
وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
Artinya : Dan apa yang datang dari Rosul kepadamu, pegang teguhlah, demikian pula (apa saja) yang dilarang Rosul kepadamu, maka kamu harus menjauhkan diri dari padanya.
Jelas pula bagi kita, bahwa sekalipun mereka yang bersyahadat itu sudah memenuhi syarat ma'rifat dan Iddi'an, tetapi apabila tidak memenuhi syarat qobul, tetap ditolak syahadatnya, paling tidak disebut kurang sempurna.

Yang harus di syahadatkan.
Yang harus disyahadatkan atau di yakinkan adanya dan diterima serta dilaksanakan segala ketentuannya itu adalah :
  1. Alloh SWT.
  2. Rosululloh Muhammad SAW.
  3. Adanya Alam Ghoib yang beritanya diterima dari Alloh melalui Rosulnya.
Namun demikian, terhadap bagian ketiga (alam ghoib) tidak usah di ucapkan dalam syahadat, tetapi sudah tercakup dalam ucapan "Wa-Asyhadu anna Muhammadar Rosululloh".

Alam Ghoib.
Alam ghoib itu muthlak adanya karena Al-Qur'an sudah menjelaskannya, firman Alloh dalam surat Al-Baqoroh ayat 3-4 :
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ...(3)   وَبِالْآَخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ...(4)
Artinya : (Orang yang taqwa itu) ialah mereka yang beriman kepada perkara yang ghoib, dan mereka yakin akan datangnya hari qiamat.
Adapun alam ghoib yang harus diyakinkan adanya itu adalah :
a. Alam Barzah.                      j. Hisab.                                  
b. Siksa Kubur.                       k. Syafa'at Udzma.                
c. Ni'mat Kubur.                     L. Syurga.                  
d. Pertanyaan Kubur.              m. Neraka.                  
e. Qiamat.                                n. Haod.         
f. Ba'ats (hari kebangkitan).    o. Shirotol Mustaqim.
g. Mahsyar.                             p. Ru'yat.
h. Maoqif.                               q. Abadinya Makhluk disyurga/Neraka.
i. Mizan.
Penjelasan masing-masing dalam Akidah Syam'iayyat di Akhir.
Dianggap batal syahadatnya apabila tidak meyakini adanya alam ghoib sebagaimana tersebut diatas, sebab adanya penolakan terhadap adanya alam ghoib, berarti tidak ada syarat qobul dalam syahadatnya, padahal berita tentang alam ghoib itu merupakan berita benar yang dibawa oleh Rosul.

TINGKATAN IMAN.
Kadar keimanan seseorang dapat diukur dengan keadaan akal yang dimilikinya, oleh karena itu hukum syara' memberikan kwalifikasi tentang keimanan seseorang, dalam hal ini, ulama Usuluddin membagi iman itu kepada 5 tingkatan :
  1. Iman Taklid, yaitu orang yang beriman kokoh kuat, tetapi tidak mengetahui dalil-dalilnya, mereka hanya berdasarkan pendengaran dari keterangan orang lain.
  2. Iman Ilmu, yaitu orang yang beriman disertai dengan dalil-dalil yang benar, tetapi rasa keimanannya kurang mendalam, menurut ahli Tasowwuf orang semacam ini disebut Mu'min yang Mahjub.
  3. Iman I'yan, yaitu orang-orang yang beriman kokoh kuat, karena disertai dengan ilmu dan ma'rifat kepada Alloh sekaligus memiliki rasa keimanan yang mendalam sehingga membuahkan amal yang soleh, hidupnya selalu merasa di intai oleh pengawasan dan penglihatan Alloh, orang semacam ini disebutnya mu'min dengan predikat Ilmul yakin, makomnya Murokkobah, hatinya selalu kontak dengan ilmu sama' dan bashor Alloh.
  4. Iman Hak, yaitu orang yang beriman seperti tersebut pada bagian 3, tetapi disertai dengan sikap hidup (akhlak) yang terpuji, misalnya apabila melihat makhluk Alloh, serentak mata hatinya itu ingat kepada maha penciptanya, orang semacam ini disebut Mu'min dengan predikat Hakkul Yakin, makomnya Musyahadah hatinya selalu kontak dengan sifat Qudrot Alloh.
  5. Iman Hakikat, yaitu orang yang iman kokoh kuat, hatinya fana kepada Alloh, ia sangat terpikat akan keagungan Alloh, sehingga tidak terlihat lagi makhluk lainnya kecuali kebesaran Alloh, selalu ia sibuk tidak ada kesempatan dalam hidupnya untuk memperhatikan kemewahan duniawi dan tidak pernah terbujuk dengan rayuan hidup manusiawi, selalu hati dan fikirannya di fokuskan kepada kebesaran dan keagungan Alloh, dengan predikat Ainul Yakin, makomnya makom fana.

Adapun Iman para Rosul diatas para wali, yaitu Iman Hakikotul Hakikat, dalam hal ini ulama usuludin tidak memberikan ta'rif, untuk lebih jelasnya lihatlah kitab Khoridatul Bahiyyah halaman 37 dan dari syarah kitab Jauhar Tauhid halaman 28.

NILAI HUKUMNYA.
Segala Mu'min yang berada dalam tingkatan iman yang manapun mempunyai nilai hukum tersendiri menurut pandangan syara, oleh ahli usuludin ditetapkan sebagai berikut :
  1. Manusia yang beriman di sertai ma'rifat dan disertai pula dengan dan memenuhi akan syarat-syarat syahadat, tapi mereka tidak menjalankan kewajibannya, sedangkan hal semacam itu di akuinya sebagai perbuatan dosa besar, maka orang yang demikian termasuk kategori orang yang "fasik".
  2. Orang itu mengamalkan segala ajaran Islam, tetapi hatinya menolak akan kebenaran ajaran tersebut, orang yang demikian kategorinya orang "Munafik".
  3. Orang itu Iman tetapi tanpa ilmu, maka kategorinya termasuk orang "Taklid". Dikalangan Usuliyyin terdapat beberapa pendapat mengenai iman taklid, diantaranya :
    1. Pendapat Abul Hasan Al-Asy'ari yang bermadhab maliki, pendapat ini didukung oleh Abi Bakrin Al-Bakilani, imam Haromaen yang kedua-duanya bermadzhab imam Syafi'I, dan pada ujungnya pendapat tersebut didukung oleh imam maliki sendiri, yaitu dianggap syah imannya seorang yang taklid.
    2. Pendapat Ibnul Arobi, syekh Sanusi berpendapat bahwa orang yang beriman taklid itu tidak syah imannya.
    3. Pendapat Imam Dasuki berpendapat bahwa :
a)      Iman taklid itu sah hukumnya tetapi berdosa besar kalau memang orang itu membpunyai potensi fikir.
b)      Iman taklid itu syah hukumnya serta tidak berdosa apabila orang itu tidak mempunyai potensi fakir, atau fikirannya ada, hanya tumpul tidak bisa ditingkatkan lagi (bodoh).
Pendapat terakhir ini didasarkan atas keterangan ayat Qur'an surat Al-Baqoroh ayat 286 :
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
Artinya : Alloh tidak akan membebani seorang hambanya kecuali didasarkan atas kemampuan orang itu.
    1. Iman taklid syah dan tidak berdosa asalkan sesuai dengan Al-Qur'an dan Al-Hadits.
    2. Iman Taklid syah dan tidak berdosa, baik bagi orang berfikir maupun orang yang lemah otaknya, pendapat ini berdasarkan hadits Rosululloh yang menjawab pertanyaan Badawi atas pertanyaan sebagai berikut : Bagaimana caranya supaya kami masuk surga ? Nabi menjawab : Katakanlah olehmu,
أَشْهَدُ أَنْ لَاإِلَهَ إِلاَّ اللهْ
    1. Iman taklid syah bahkan haram mencari dalil kalau sudah yakin
Tingkatan iman dari Jauhar Tauhid hal 28.
Penilaian Iman Taklid dari Jauhar Tauhid hal 21-22.
Kalau dari Ummul Barohin hal 55-56.

Catatan :
Hukum terbagi 3 :
  1. Hukum Adat.
  2. Hukum Akal.
  3. Hukum Syara'.
Hukum adat ada yang wajib dan Mustahil :
  1. Ada kepada ada.
  2. ada kepada tidak ada.
  3. Tidak ada kepada ada.
  4. Tidak ada kepada tidak ada.
Contonya dalam fasal hukum adat.
Hukum akal terbagi 3 :
  1. Wajib, di Alloh 20 di Rosul 4.
  2. Mustahil, di Alloh 20 di Rosul 4.
  3. Wenang, di Alloh 1 di Rosul 1
Ini merupakan Aqo'idul iman yang 50.
Hukum Syara terbagi 2 :
1. Taklif ( Wajib-Sunat-Haram-Makruh-Wenang ).
2. Wadlo ( Sabab-Syarat-Syah-Batal-Mane' ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar